Rabu, 15 Agustus 2012

Pdt. Rudy R. Sirait - Persembahan Tubuh



Persembahan Tubuh


Syalom pak Pdt. Rudy Sirait. Mohon dijelaskan surat Roma 12:1, perihal ungkapan "persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.” Dalam bahasa Yunani kata kudus berasal dari kata “hagios.” Gramcord: kata sifat, feminim, single, accusative, no degree. Jenis “feminim” di sini apakah ada kaitannya dengan kekudusan, ya? (Elyas Abraham Tobing, Surabaya).


Syalom pak Elyas... Saya bangga karena anda sangat berantusias untuk meneliti kedalaman kitab suci. Semoga catatan saya ini dapat membantu anda untuk memahami perihal dari apa yang anda pertanyakan. I hope so.
Inti dari ayat ini adalah persembahan sempurna yang dituntut oleh Allah atas setiap umat Kristiani, yaitu: “persembahan tubuh yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah” (lihat Rm. 12:1). Persembahan seperti inilah yang dinyatakan sebagai ibadah yang sejati. Tampaknya anda mulai tertarik untuk memahami makna perihal ibadah yang sejati. Baiklah, secara runtut kita akan coba untuk membahasnya.
Kata ”sejati” dalam ayat ini diterjemahkan dari kata sifat Yunani λογικην (logiken) yang secara literal dapat diartikan: logis, rasional atau masuk akal. Itu berarti, mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah adalah tindakan atau kegiatan yang masuk akal, logis atau rasional. Dalam sudut pandang duniawi, rasanya tidak masuk akal bila kita dapat mempersembahkan tubuh ini sebagai persembahan yang kudus. Tetapi dalam sudut pandang surgawi, itu merupakan hal yang logis untuk dipersembahkan oleh umat percaya kepada Allah. 
Tuhan tidak lagi menuntut persembahan-persembahan yang mati, seperti dalam Perjanjian Lama. Yesus Kristus telah mempersembahkan tubuh-Nya untuk mengapus yang pertama (persembahan yang mati) supaya yang kedua (persembahan tubuh yang hidup) ditegakkan (band. Ibr. 10:1-10). Tuhan tidak menuntut kita untuk mati bagi Dia, yang dikehendaki-Nya ialah agar kita hidup bagi-Nya. Tuhan juga tidak memerintahkan kita untuk memusuhi dunia, sebab Dia sendiri sangat mengasihi dunia ini (band. Yoh. 3:16). Yang dikehendaki-Nya adalah agar kita tidak menjadi serupa dengan dunia ini (lihat Rm. 12:2).
Mari kita cermati makna gramatikalnya. Kata “mempersembahkan” dalam Roma 12:1 berasal dari kata Yunani, παραστησαι (parastesai). Jenisnya berupa kata kerja Infinitif dengan kala (tense) Aoris Aktif. Dalam penggunaannya maka aoris aktif untuk menekankan keberlangsungan tindakan secara terus menerus. Sementara Infinitif adalah kata kerja yang sekaligus juga kata benda (Nomina-Verba). Sebagai kata kerja ia memiliki diatesis dan kala. Sedangkan sebagai kata benda, ia dapat berfungsi serta memiliki karakteristik sebagaimana layaknya kata benda. Di satu pihak, ia memiliki ciri-ciri dan fungsi yang sama dengan kata kerja, di pihak lain ia memiliki ciri-ciri dan fungsi yang sama dengan kata benda. Dalam hal ini, Infinitif digunakan untuk menyatakan tujuan atau sasaran tindakan dari kata kerja yang dihubungkan dengannya.
Karena itulah, maka kata “mempersembahkan” dalam ayat ini harus diartikan “mempersembahkan sekali untuk selamanya.” Tuntutan mempersembahkan tubuh kepada Allah dalam ayat ini tidak ubahnya seperti pengantin pria dan wanita yang menyerahkan tubuh mereka sekali untuk selama-lamanya hanya kepada pasangan hidup mereka saja. Penyerahan tubuh kepada yang lain atau yang bukan pasangan hidupnya adalah perbuatan zinah, kotor dan berdosa.
Kata ”kudus” dalam ayat ini bukan berupa kata benda, melainkan kata sifat. Kata sifat berfungsi untuk menyatakan sifat atau keadaan. Diterjemahkan dari kata Yunani αγιαν (hagion) yang secara hurufiah berarti: “dipisahkan” atau “dikhususkan.” Itu berarti, mempersembahkan tubuh kepada Allah berupa tindakan atau perbuatan untuk “memisahkan” atau “mengkhususkan” tubuh ini hanya untuk Allah semata. Dalam posisinya sebagai ”predikatif” maka kata sifat membuat suatu pernyataan tentang kata benda. Itu berarti, kata sifat “yang kudus” di sini mendapat tekanan sedikit lebih besar dari pada kata benda “sebagai persembahan”.
Setiap kata benda mempunyai jenis. Secara mendasar ada tiga jenisnya, yaitu: maskulin, feminim dan netral. Jenis dari kata benda tidak ditetapkan berdasarkan jenis kelamin, melainkan berkaitan dengan kategori gramatika. Kata “persembahan yang kudus”  dengan jenis feminim berhubungan erat dengan kata “kepada Allah” yang jenisnya adalah maskulin. Hal ini jelas mengindikasikan perihal Yesus yang adalah mempelai pria dan gereja-Nya yang adalah mempelai wanita. Sebagai mempelai pria, Yesus sudah terlebih dahulu mempersembahkan tubuh-Nya bagi gereja, sang mempelai-Nya. Karena itu sangatlah beralasan, logis dan masuk akal bila Ia pun menuntut mempelai wanita untuk mempersembahkan tubuhnya hanya semata bagi Dia. Dan persembahan inilah yang menjadi dasar mutlak untuk hubungan di antara kedua mempelai. 
Tubuh kita adalah sarana korban persembahan bagi Allah. Sebelum kita percaya kepada Yesus, tubuh ini kerap kali kita gunakan untuk kesenangan duniawi dan ragam kejahatan. Tetapi setelah kita beriman kepada Kristus maka tubuh ini menjadi bait Allah (1 Kor. 3:16; 6:19-20) dan Roh Allah berdiam di dalamnya (Rm. 8:9). Karena itu kita harus mempergunakan tubuh ini untuk kemuliaan nama Tuhan kita Yesus Kristus (Flp. 1:20-21). Bagaimana hal itu bisa terwujud? Aplikasi praktisnya adalah dengan cara “hidup oleh Roh” dan “memberi diri dipimpin oleh Roh” maka kamu “tidak akan menuruti keinginan daging” dan tidak hidup di bawah hukum Taurat” (baca Gal. 5:16-18).
Bila kita hidup oleh Roh maka kita akan disempurnakan oleh Roh, sehingga kita mampu untuk hidup dalam kekudusan. Hidup dalam kekudusan berarti penyangkalan terhadap keinginan daging. Keinginan daging bertentangan dengan keinginan Roh (Gal. 5:17). Keinginan Roh dapat terwujud bila kita hidup oleh Roh. Kita tidak akan pernah dapat mengalahkan keinginan daging tanpa pimpinan Roh (Gal. 5:18). Jadi, metode atau kiat praktis dan logis untuk mengalahkan keinginan daging bukanlah menggunakan kehendak kita dalam melawan kedagingan, melainkan menyerahkan kehendak kita kepada Roh Kudus.
Semoga ilustrasi di bawah ini dapat memberi inspirasi bagi kita untuk memahami perihal hidup oleh Roh. Dua ekor kuda, yaitu: Kuda Hitam dan Kuda Putih memiliki postur tubuh dan kecepatan lari yang sama. Tetapi setiap kali dipertandingkan sang Kuda Hitam selalu memenangkan perlombaan. Suatu hari sang pemilik kedua ekor kuda tersebut menginginkan agar Kuda Putih yang menang saat dipertandingkan. Bagaimana caranya? Tiga bulan sebelum dipertandingkan, maka sang pemilik mengurangi porsi makan dan latihan terhadap Kuda Hitam, tetapi sebaliknya ia menambahkan porsi makan dan latihan kepada Kuda Putih. Akibatnya Kuda Hitam menjadi lemah dan lamban, berbeda halnya dengan Kuda Putih yang makin kuat dan bertambah kencang larinya. Ternyata cara ini sungguh mujarab karena Kuda Putih akhirnya memenangkan pertandingan saat diperlombakan. Kehidupan kita pun tidak ubahnya seperti itu, bila kita senantiasa hidup oleh Roh dan memberi diri dipimpin oleh Roh maka kita tidak akan menuruti keinginan daging. Bila kita senantiasa mengkonsumsikan hal-hal yang rohani maka lambat laun keinginan daging itu kian menipis dan kuasanya kian melemah.
Coba cermati pernyataan “tidak akan” dalam Galatia 5:16 ini, apa maksudnya? Kata “tidak akan” tentu berbeda artinya dengan kata “tidak lagi”. Artinya orang yang dipimpin oleh Roh bisa saja berdosa karena kelemahan dan kekhilafannya, tetapi ia tidak akan pernah menikmati atau sudi diperhamba oleh dosa. Ia akan bangkit dari kejatuhannya dan berusaha untuk menolak tawaran dosa dengan kekuatan yang didapatnya dari Tuhan.

Masih dalam suasana memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia, ijinkan saya menyapa anda sekalian dengan pekik, "Merdeka!" Bila anda menyetujuinya, balaslah dengan mengatakan, "Merdeka" secara lantang. Sambil mengatakannya, ingatkan juga diri anda bahwa status anda adalah orang yang sudah dimerdekakan. Merdeka!!! (RRS)