Dalam Nama Yesus
(Kisah Para Rasul 3:1-10)
Sastrawan Shakespier pernah berkata, “Apalah arti sebuah nama.” Dengan kata lain, beliau hendak mengatakan bahwa nama itu tidak bermakna sama sekali. Tetapi berbeda dengan orang Yahudi, sebuah nama mempunyai arti khusus. Nama adalah cerminan pribadi atau representasi dari orang yang menyandang nama tersebut. Nama Yakub berarti “penipu”, dan benar kenyataannya bahwa kehidupan Yakub diwarnai dengan ragam penipuan. Namun, setelah bertemu Tuhan, ia diberi nama yang baru, yaitu Israel (Kej. 35:10). Yesus memberi nama Petrus kepada Simon agar bermental seperti batu atau petra yang tegar dan kokoh (Mrk. 3:16). Maria berarti “putih” dan nyatanya ia dikenal sebagai wanita yang baik dan hidup dalam kekudusan. Makanya, para orang tua di Israel tidak sembarangan untuk memberi nama kepada anak-anak mereka.
Pernahkah anda merenungkan, ketika mendengar
nama Yesus disebutkan, lalu apakah yang terlintas di benak anda? Setiap kali
anda mendengar, membaca atau memikirkan nama itu, mungkin sebentuk gambar yang
beragam membaur dalam benak anda. Bagaikan scene yang bergerak, berbagai
gambar tentang Yesus Kristus melintas di depan mata, mendorong munculnya
tanggapan yang berlainan. Apa saja yang anda yakini tentang Yesus akan tampak
dalam gambar itu. Dan bagaimana anda melihat keberadaan diri Yesus, maka itulah
gambaran dari diri anda terhadap Yesus yang sesungguhnya.
Banyak manusia tidak tahu, lupa atau tidak
mau tahu bahwa tidak ada nama lain yang diberikan kuasa penuh selain nama Yesus.
Banyak orang besar yang pernah ada di muka bumi ini, tetapi mereka semua telah
mati. Namun hanya Yesus yang mati dan bangkit kembali, dan Dia tetap hidup
untuk selama-lamanya. Apakah kebenaran yang terkadung di dalam nama Yesus? Saya
menemukan tiga hal yang luar biasa terkandung dalam nama Yesus, mari kita mencermatinya
secara seksama.
1.
Kekayaan (Kis. 3:6a).
Pukul tiga sore saat
hendak pergi sembahyang di Bait Allah, Petrus dan Yohanes melihat seorang yang
menderita lumpuh sejak dari lahir (Kis. 3:1-2). Orang lumpuh itu meminta
sedekah, tetapi Petrus berkata: “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa
yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu,
berjalanlah!” (Kis. 3:6).
Saat berkata, “Emas
dan perak tidak ada padaku” pastilah rasul Petrus sedang berkata jujur dan
tidak minder mengatakan perihal emas dan perak yang sama sekali tidak
dimilikinya. Hal yang senada juga diungkapkan oleh rasul Paulus bahwa emas
bukanlah sesuatu yang diingingkannya setelah dia menjadi rasul Kristus (lihat
Kis. 20:33).
Amazing. Rasul
sekaliber Petrus, Yohanes dan Paulus sama sekali tidak memiliki emas. Anda
tidak akan pernah menemukan cincin, gelang, rantai, atau jam tangan emas yang
melekat di tubuhnya, karena bukan itu yang menjadi prioritas utama dan yang
mereka inginkan. Mereka tidak memiliki emas, tetapi memiliki kekayaan yang jauh
melebihi emas. Kekayaan mereka bukan hal yang bersifat materi, melainkan
rohani. Orientasi mereka bukan mencari berkat, tetapi mencari Sumber berkat dan
menjadi berkat bagi sesama. Memang sepatutnyalah demikian nilai keluhuran dan aset
kekayaan dari setiap hamba Tuhan dan umat Tuhan.
Sejak zaman kuno,
bangsa Israel sudah mengenal emas. Logam mulia ini dipakai untuk membuat uang
dan menjadi sesuatu yang pantas dipersembahkan kepada oknum atau pribadi yang
sangat dihormati. Masih ingatkah anda, ketika orang Israel berada di padang
gurun, mereka membuat patung lembu dari emas? Emas sering kali dijadikan upeti
yang layak dipersembahkan kepada raja. Karena itulah maka orang-orang Majus
juga membawa persembahan berupa emas, kemenyan dan mur di hari kelahiran Yesus,
meskipun mereka sama sekali tidak mengetahui makna rohani perihal emas,
kemenyan dan mur berhubungan dengan kehidupan dan karya Kristus selama berada di
dunia.
Meskipun emas menjadi
lambang dari hal-hal yang baik, mulia, kekayaan atau mutu yang bertahan (band. Za.
6:11; Mat. 2:11; 23:16-17; Kis. 17:29; 2 Tim. 2:20; Ibr. 9:4; Why. 1:12-13;
3:18), namun emas tidak dipandang sebagai sesuatu yang mutlak dibutuhkan
manusia, dan malah dipandang sebagai benda fana (lihat Pkh. 12:6; Mat. 10:9;
Kis. 3:6; 20:33; 1 Kor. 3:12; 1 Tim. 2:9; Yak. 2:2; 5:3; 1 Ptr. 1:7, 18; 3:3).
Ironisnya, banyak umat Kristen yang memiliki pandangan yang salah sehingga emas
dijadikan simbol kekayaan, padahal emas adalah hal yang fana.
Dalam Injil Lukas
16:19-31, Tuhan Yesus pernah membahas perihal orang Kristen berhubungan dengan
harta yang dimilikinya. Ketiga manusia dalam perikop ini adalah representasi
dari umat manusia yang percaya kepada Allah. Pertama, miskin materi, tetapi kaya rohani. Lazarus yang miskin itu adalah
perwakilan dari kelompok ini. Meskipun miskin di dunia, tetapi dia masuk surga.
Memang tidak semua
orang Kristen mampu untuk sukses secara profesi, tetapi semua orang Kristen mampu
untuk sukses secara personal. Ironisnya, banyak umat Kristen
yang tidak menyadarinya sehingga tidak menggapai kekayaan yang ada di
hadapannya dan tidak pula berlaku hidup seperti layaknya orang kaya.
Kedua, kaya materi, tetapi miskin rohani. Orang
kaya yang namanya tidak disebutkan itu mewakili kelompok ini. Mungkin namanya
tidak disebutkan karena memang tidak tercatat namanya di surga. Selama di dunia
orang ini hidup sebagai orang kaya, tetapi mati masuk neraka. Banyak orang Kristen menjadi
sukses secara profesional, tetapi
gagal secara personal. Dia
menjadi kaya, tetapi bodoh dalam pandangan Allah.
Dan yang ketiga
adalah orang yang kaya secara materi,
sekaligus juga kaya secara rohani. Abraham mewakili kelompok ini. Hidup
kaya raya di dunia, tetapi mati masuk surga. Abraham sukses secara personal,
tetapi juga sukses secara profesional. Kekayaan rohani yang dimilikinya membuat
Allah berkenan atasnya, sementara kekayaan materi yang dimilikinya membuat ia
dihormati oleh sesamanya. Saya yakin, anda pasti ingin bernasib sama seperti
Abraham, ya toh...
Pada masa kini
tampaknya ajaran Alkitab tentang moneter dan hal-hal yang bersifat materi telah
direduksi. Akibatnya, lahirlah suatu pandangan, bahwa: “Kesuksesan hidup
ditentukan dari kekayaan materi yang kita miliki”. Di beberapa gereja lokal
malah dengan lantang dikumandangkan, bahwa: “Memiliki kekayaan moneter dan material
sebagai bukti dari orang yang diberkati Tuhan”. Jargon-jargon rohani, seperti:
“Di gereja ini anda akan menjadi kaya”, “Di sinilah Tanah Perjanjianmu”, “Sukses
dan berkat adalah hakmu” dan hal lainnya yang senada terus menerus
dikumandangkan, bahkan menjadi icon
gereja lokal tertentu.
Sangatlah beralasan
bila jemaat di gereja lokal tersebut lebih terpacu untuk mencari berkat, bukan menjadi
berkat. Datang ke gereja untuk mendapatkan berkat,
bukan Sumber berkat yang adalah Tuhan
itu sendiri. Kehadiran di gereja untuk membangun relasi dengan para pebisnis,
bukan membangun relasi dengan Tuhan. Walaupun jemaat di gereja lokal tersebut menyadari
kekeliruannya, tetap saja mereka berjemaat di situ, karena nanti kalau pindah
ke gereja lain bisa menjadi kere, bangkrut alias miskin. Tragis memang dan
sangatlah memprihatinkan!
Pada hakekatnya
setiap orang Kristen adalah orang kaya, karena Yesus Kristus yang membuatnya
menjadi kaya (lihat Yoh. 10:10; 1 Kor. 1:5; 2 Kor. 8:9). Tuhan tidak berjanji
membuat kita kaya dalam materi, tetapi yang dijanjikan-Nya atas kita adalah
kaya dalam Dia. Persoalannya adalah bagaimana orang Kristen memaknai kekayaan?
Bagaimana sikap orang Kristen meresponi kekayaan tersebut?
Saya memiliki teman bernama
Pendeta Fengky Maukar. Dia selaku gembala senior dari gereja BEST (BlEssing in
SpiriT). Sebelum menjadi pendeta, Fengky Maukar adalah seorang pengusaha,
tetapi setelah menjadi Pendeta dia tidak lagi berbisnis. Totalitas hidupnya hanya
untuk melayani Tuhan; full time and full
heart. Orangnya sangat sederhana dan rendah hati. Sepengetahuan saya belum
pernah melihat dia mengenakan cincin emas berbalutkan blue saphir. Jam tangan
yang dikenakannya pun bermerek biasa dan itu pun hanya sesekali dikenakannya. Alhasil,
para leader di gereja BEST menjadi sungkan untuk mengenakan cincin, gelang,
rantai atau jam tangan yang terbuat dari emas dan perak. Saya bermegah dalam
Tuhan karena mengenal beliau dan ikut terlibat dalam pelayanan mimbar di gereja
yang digembalakannya, baik di dalam negeri, maupun di luar negeri.
Tanpa terasa sudah tujuh
tahun, sejak tahun 2006 saya telah memberitakan firman kepadai jemaat Tuhan
yang digembalakannya. Nggak dinyana-nyana tanggal 17 September 2012 lalu, saya
mendapat award sebagai apresiasi karena
telah lebih dari lima tahun terlibat dalam pelayanan di gereja BEST. Lebih
takjubnya lagi, karena penghargaan yang diberikan kepada saya berupa Samsung
Galaxy Note 10,1 yang sudah lama saya idam-idamkan guna membantu kelancaran
dalam melayani Tuhan. Haleluya...
Tetapi bukan itu
sesungguhnya poin saya. Gereja BEST tidak mengedarkan kantong kolekte saat
ibadah dilangsungkan. Jemaat diperintahkan untuk memberi dengan sukarela dan
memasukkannya sendiri selesai ibadah ke peti persembahan yang berada di dekat
pintu masuk. Kabar beredar yang saya dengar malah gereja BEST digosipkan sebagai
“gereja yang menolak berkat”, mungkin karena tidak mengedarkan kolekte atau
karena beberapa kali Pendeta Fengky Maukar tidak sudi menerima secara pribadi
uang yang diberi jemaat secara langsung kepadanya. Dia selalu menyarankan agar
jemaat memasukkan uang tersebut ke peti persembahan gereja. Dia juga tidak
mendapat gaji dan sama sekali tidak memegang secara langsung uang persembahan
atau perpuluhan gereja BEST yang digembalakannya. Dia hanya memeriksa keuangan
dari bendahara gereja yang tiap bulan dilaporkan kepadanya.
Ajaibnya, dia sendiri
maupun keluarganya serta gereja BEST yang digembalakannya tidak pernah mengalami
krisis moneter. Tidak pula berkelimpahan materi sehingga terkesan glamor dan selebritis,
semua kebutuhan dicukupkan oleh Tuhan. Beberapa cabang terus dibuka, hingga
sampai saat ini gereja BEST telah ada di 11 kota. Tidak hanya itu, gereja BEST malah
memberkati gereja Tuhan di daerah pedalaman serta para hamba Tuhan dalam pelayanan
misi yang rutin tiap bulan diadakan.
Dalam suatu
peristiwa, Pendeta Fengky Maukar pernah berujar kepada saya, bahwa: “Kita bukan
mencari berkat, tetapi menjadi berkat, karena kita itu sendiri adalah berkat”.
Pengajaran seperti inilah yang diajarkannya secara kontinyu kepada jemaat
gereja BEST yang digembalakannya. Dalam setiap doa berkat di akhir ibadah,
beliau selalu mengatakan, “Mendapatkan berkat itu perkara yang mudah, tetapi
menjaga hati adalah perkara yang susah karena itu harus dijaga senantiasa”
sambil mengajak jemaat menaruh kedua tangan di dada sebagai simbol menjaga
hati.
Ungkapan Petrus mengenai, “Emas
dan perak tidak ada padaku” perlu secara seksama kita hayati. Tidak memiliki emas
dan perak bukan tanda tidak diberkati. Bukan pula berdosa bila orang Kristen
memiliki dan mengenakan perhiasan emas. Yang hendak ditegaskan oleh Petrus di
sini bahwa kekayaan orang Kristen yang sejati bukan pemilikan berupa emas,
perak dan material lainnya, melainkan kekayaan rohani yang lebih bersifat kekal
dan mulia.
Alkitab sarat mencatat tentang bahaya dari kekayaan moneter
dan material. Dalam Lukas
12:13-21, diceritakan tentang seorang kaya yang bodoh dalam pandangan Tuhan Yesus.
Jangan sampai anda keliru memaknainya! Yang
dipersoalkan oleh Yesus dalam hal ini
bukan menjadi kaya, tetapi
jangan menjadi
bodoh karena beroleh kekayaan. Orang kaya yang dijadikan perumpamaan oleh Tuhan
Yesus dalam nats ini adalah seorang yang tahu secara pasti bagaimana mencapai
gol atau target dalam pencapaian kesuksesan. Ia juga memiliki kapasitas untuk mendapatkan kekayaan, menyimpan
kekayaan dan memperbesar jumlah
kekayaannya (lihat Luk. 12:16-19). Tetapi di mata Tuhan Yesus dia tak lain adalah seorang kaya
yang bodoh karena kekayaan yang diraihnya itu tidak membuat hidupnya bermakna.
Kekayaan
moneter atau materi bersifat netral dan tidak dosa, tetapi hati
yang dikuasai oleh harta adalah berdosa di mata Allah. Uang tidak haram dan tidak
berdosa, tetapi cinta uang itulah yang dikatakan sebagai dosa (band. 1
Tim. 6:10; Ibr. 13:5). Manusia yang menciptakan uang, karena itu manusia yang harus mengendalikan
uang, bukan dikendalikan oleh uang. Mungkin kita bisa meraih kekayaan
berlimpah-limpah, tetapi Tuhan Yesus lebih mengingankan karakter kita daripada
kekayaan kita. Mata Tuhan lebih tertuju kepada hati kita daripada kemapanan dan
kenyamanan yang kita miliki. Secara tegas Dia mengatakan bahwa “hidup manusia
bukan tergantung daripada kekayaan itu” (lihat Luk. 12:15).
2.
Kuasa (Kis.
3:6b).
Beberapa tahun sebelum kematiannya, dalam
sebuah wawancara bersama American
Magazine, dengan sesumbar John Lennon berkata: ”Kekristenan akan berakhir,
Kekristenan akan segera menghilang atau lenyap. Saya tidak perlu berdebat
mengenai Kekristenan. Saya yakin akan lenyap dan berakhir”. Lebih lanjut John
Lennon berkata, ”Yesus sudah OK. Tetapi Dia seorang yang terlalu sederhana dan
merakyat. Hari ini kita (The Beatles) lebih terkenal daripada-Nya”. Sambil
menantang John Lennon ingin membuktikannya dengan membuat konser pada hari
minggu. Silahkan anda buktikan, mana yang lebih banyak dikunjungi orang, konser
kami The Beatles atau ibadah minggu yang diadakan oleh gereja. Ternyata benar bahwa
lebih banyak orang datang ke konser The Beatles, dari pada menghadiri ibadah
minggu di gereja.
Apa fakta yang terjadi setelah John Lennon
mengatakan bahwa The Beatles lebih terkenal dari Yesus Kristus. Pada tanggal 8
Desember 1980, di apartemen pribadinya di kota New York, Jhon Lennon ditembak
empat kali oleh Mark David Capman yang adalah salah seorang penggemarnya.
Meskipun Lennon tiba di rumah sakit tanpa detak jantung, tim dokter berusaha
menyelamatkan nyawanya dengan menggunakan berbagai prosedur medis. Transfusi
darah dilakukan, pemijatan jantung juga diusahakan, tetapi nyawa John Lennon
tidak terselamatkan.
Ada apa sesungguhnya arti dalam nama Yesus? Sama seperti setiap nama
memberikan identitas kepada pemiliknya serta mencerminkan hidup pribadinya,
nama Yesus mengingatkan orang akan siapa Yesus serta apa yang telah Ia lakukan
bagi kita. Seluruh kehidupan Yesus, pekerjaan-Nya, kematian dan
kebangkitan-Nya menyatakan arti dari nama yang disandang-Nya. Dalam sudut
pandang Yudaisme, nama selalu diidentikkan dengan kuasa (lihat Kis. 4:7). Orang
ternama pastinya punya kuasa untuk berbuat apa saja, begitu pula sebaliknya, orang
berkuasa pastilah sebagai orang ternama.
Nama yang disandang Yesus bukan nama yang
diberi oleh manusia, melainkan dari Tuhan. Malaikat utusan Allah hanya sebatas menyampaikan
kepada kedua orang tua-Nya agar mereka memberi nama yang diberikan oleh Allah itu
(lihat Mat. 1:21; Luk. 1:31). Patut diingat bahwa nama “Yesus” berarti “Tuhan menyelamatkan” atau
“Tuhan adalah keselamatan.” “Di bawah kolong langit ini tidak ada nama
lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis.
4:12). Begitu luhurnya nama itu, maka manusia akan dipersalahkan bila menyebut
nama Allah itu dengan sembarangan, apalagi dengan sengaja mempermainkannya (lihat
Kel. 20:7; Im. 24:16; Gal. 6:7).
Secara hurufiah, arti dari nama Yesus
adalah ”Keselamatan”, atau ”TUHAN adalah keselamatan”, ”TUHAN
menyelamatkan”, ”TUHAN Juruselamat”. Nama ini pada mulanya berasal dari kata
Ibrani הושע (HOSYEA'), yang dalam Alkitab Indonesia
diterjemahkan dengan nama “Hosea”. Kemudian nama "Hosea" itu diganti
oleh Musa menjadi יהושוע (YEHÕSYÛA') yang diterjemahkan dalam Alkitab
Indonesia sebagai “Yosua” (lihat Bil. 3:8, 16; 1 Taw. 7:27). Di era pembuangan ke
Babel, karena pengaruh bahasa Aram, maka nama ini disingkat menjadi ישוע (YÊSYÛA'). Tidak ubahnya seperti
nama Michael menjadi Mick saja atau Soeharto menjadi Harto.
Setelah Pembuangan ke Babel, kata ישוע (YÊSYÛA') ditransliterasikan
(alih aksara) dalam bahasa Yunani menjadi, ιησους (IÊSOUS). Ditransliterasikan
lagi ke dalam bahasa Latin: ”Iesus”; dalam bahasa Inggris: ”Jesus”; dalam
bahasa Indonesia menjadi ”Yesus”. Dalam bahasa Arab nama Yesus, menjadi: يسوع (Isa) yang diteransliterasikan dari kata ישוע (YÊSYÛA'), mengingat banyak
sekali aksara "Y" (Ibrani) menjadi "I" dalam bahasa Arab. Contohnya:
Nama ”Yisma’el” menjadi "Ismail", nama ”Yisra’el” menjadi
"Israil" atau nama ”Yitskaq” menjadi Ishak.
Di Indonesia, hampir tidak ada orang Kristen
yang memakai nama Yesus. Mungkin karena merasa tidak layak untuk menyandangnya.
Hal ini berbeda dengan kaum muslim yang sudi memberi nama Muhammad kepada anak
mereka. Padahal Alkitab mencacat bahwa nama Yesus adalah nama yang lazim
dikenakan oleh masyarakat pada saat itu. Ada beberapa pribadi yang dicacat oleh
Alkitab bernama Yesus, yakni: Yosua bin Nun (Kis. 7:45; Ibr. 4:8), Yesua, nenek
moyang Yesus Kristus sendiri (Luk. 3:29), Yesus Barabas penjahat yang dibebaskan
oleh Pontius Pilatus, terkadang hanya disebut Barabas saja (Mat. 27:16-17), dan
Yesus yang dinamai Yustus rekan sekerja rasul Paulus (Kol. 4:11). Untuk membedakan
dengan orang lain yang bernama sama, maka diberi nama tambahan menjadi: ”Yesus
Kristus” (Mat. 27:17), “Yesus anak Yusuf” (Yoh. 6:42) atau “Yesus dari Nazaret”
(Yoh. 18:7; Kis. 3:6).
Selain sebagai representasi dari Tuhan Allah
itu sendiri, nama Yesus juga memiliki arti khusus. Di dalam nama Yesus ada daya
kuasa yang dahsyat dan luar biasa. Alkitab mencatat ada ganjaran istimewa bagi
mereka yang menyerukan nama Yesus. Pertama, kuasa untuk beroleh hidup yang
kekal (Kis. 4:12; 10:43; 1 Yoh. 2:12). Secara tegas Alkitab mengatakan
bahwa hidup yang kekal bukan ditentukan oleh agama yang dianutnya, tak
terkecuali agama Kristen sekalipun. Semua agama pada dasarnya adalah baik.
Tetapi agama hanya sebatas rambu jalan
yang menunjukkan arah ke surga, bukan jalan
ke surga. Yesus adalah jalan untuk pergi ke surga (Yoh. 14:6). Memang banyak jalan menuju Roma, tetapi jalan
ke surga hanya satu yaitu beriman dalam nama Yesus Kristus.
Keselamatan kekal bukan pula dikarenakan oleh
perbuatan baik atau karena pahala yang diperoleh, melainkan “karena kasih
karunia kamu diselamatkan oleh iman” dalam nama Yesus Kristus. Perbuatan baik
atau pahala adalah buah keselamatan, bukan
sarana keselamatan. Orang yang telah
diselamatkan karena beriman kepada Yesus Kristus memiliki gaya hidup untuk
melakukan pekerjaan baik. Tidak ubahnya seperti pohon yang baik akan menghasilkan
buah yang baik pula (band. Ef. 2:8-10).
Kedua, kuasa untuk beroleh jawaban doa
(Yoh. 14:13-14; 16:23; Yak. 5:16). Ayat-ayat ini berupa pengakuan secara
pribadi bahwa Yesuslah yang memungkinkan dan melayakkan permohonan doa
dinaikkan kepada Allah. Memang ada kuasa bila kita berdoa dalam nama Yesus,
tetapi jangan dijadikan sebagai mantera atau perkataan yang mendatangkan daya
gaib. Setiap pribadi yang berdoa dalam nama-Nya, maka Yesus sendiri yang akan
melakukannya dan mengabulkan doa yang dipanjatkan kepada Allah.
Karena itu, orang yang berdoa dalam nama
Yesus berarti mempercayai sepenuhnya bahwa Yesus berkuasa untuk menjawab setiap
doa yang dipanjatkan kepada Allah. Jadi, ada kepercayaan yang utuh bahwa Allah
bisa membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin; membuat yang tidak ada menjadi
ada. Orang yang berdoa dalam nama Yesus berarti dia akan menempatkan kehendak
Tuhan di atas kehendak-Nya. Yesus telah memperlihatkan hal ini melalui pengajaran dan praktek doa yang
ditunjukkan-Nya, dengan menempatkan kehendak Tuhan di atas kehendak-Nya secara
pribadi (lihat. Mat. 6:10; 26:39).
Ketiga, di dalam nama Yesus ada kuasa
untuk menyembuhkan sakit penyakit (Mrk. 16:18; Kis. 3:6). Yesus adalah
Tabib di atas segala tabib. Segala kuasa di surga dan di bumi telah diberikan
kepada-Nya (Mat. 28:18). Kuasa itulah yang diimpartasikan kepada setiap orang
percaya agar mereka “meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan
sembuh” (Mr. 16:18). Yang menjadi persoalan terkadang kita tidak menyadari
bahwa tangan kita ada kuasa kesembuhan.
Keempat, kuasa untuk mengusir setan (Mrk.
9:38; 16:17; Luk. 10:17). Orang yang beriman dalam nama Yesus tidak
diperintahkan untuk memburu setan dan antek-anteknya. Tidak perlu mendatangi
tempat keramat hanya untuk tujuan khusus mengusir setan yang ada di situ.
Jangan juga kompromi kepada setan melainkan usir bila setan datang menghampiri
atau berusaha mengganggu area di mana kita berada. Jangan takut, “sebab Roh
yang ada pada kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1 Yoh.
4:4).
Kelima, kuasa untuk menerima karunia-karunia Roh
Kudus (Kis. 2:38; 10:43; 1 Yoh. 2:12), seperti: bernubuat (Mat. 7:22-23;
1 Kor. 14:3), berbahasa Roh (Mrk. 16:17; 1 Kor. 14:2), dan melakukan mujizat
(Mat. 7:22-23; Mrk. 9:39). Karunia rohani berbeda dengan bakat atau bawaan dari
lahir. Karunia-karunia rohani berupa pemberian Allah yang harus diupayakan
secara pribadi (band. 1 Kor. 14:1).
3. Kemuliaan (Kis.
3:7-10).
Setelah Petrus berdoa dalam nama Yesus, ia
menolong orang lumpuh yang didoakannya itu untuk berdiri, “Seketika itu juga
kuatlah kaki dan mata kaki orang itu”. Tiba-tiba orang yang lumpuh sejak dari
lahir itu melonjak berdiri, karena ia sudah tidak lumpuh lagi. Kemudian, ia mengikuti
para rasul berjalan menuju Bait Allah dengan melompat-lompat sambil memuji
Tuhan. Halayak ramai yang ada di situ menjadi takjub dan tercengang melihat
keadaan orang lumpuh ini karena mereka sudah mengenalnya sebagai orang yang
lumpuh dari lahir dan pengemis yang selalu diletakkan untuk duduk di dekat
pintu gerbang.
Pertanyaannya, apa maksud dan tujuan
kesembuhan terhadap orang lumpuh ini? Jawabannya hanya satu, yaitu untuk
kemuliaan nama Yesus dari Nazaret itu. Dengan kesembuhan itu maka nama Yesus
diberitakan kepada halayak ramai (Kis. 4:5-12). Dan kesembuhan itu juga sebagai
”tanda” Mesias yang sudah dinubuatkan oleh nabi Yesaya bahwa, “Pada waktu itu
orang lumpuh akan melompat seperti rusa” (Yes. 35:6).
Setiap orang yang beriman dalam Yesus Kristus
akan memiliki kekayaan dan kuasa rohani yang jauh melebihi kekayaan material dan
kuasa duniawi. Karena itu, tidaklah mengherankan bila mereka sanggup melakukan
perkara-perkara yang ajaib di luar kapasitas yang mereka miliki. Adalah suatu
kesombongan bila keajaiban yang menyertai kehidupan dan pelayanan kita bukan ditujukan
untuk kemuliaan nama Yesus. Secara tegas Yohanes Pembaptis berkata tentang
Yesus: “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30). Rasul
Paulus juga menyatakan hal yang sama, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia,
dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rm.
11:36). RRS