Syalom
Pak Rudy Sirait... Ijinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya
Julius Antonio. Asal saya dari Kupang, tetapi sudah tujuh tahun saya menetap
dan bekerja di kota Jakarta. Untuk mencukupkan kebutuhan, maka saya bekerja
rangkap di dua perusahaan swasta yang berbeda. Pagi hingga siang hari saya
bekerja sebagai tenaga IT, lalu sore hari hingga pukul 22.00 WIB saya bekerja
sebagai tekhnisi.
Kemarin
saya merenungkan firman Tuhan dalam Matius 6:24, yang berbunyi seperti ini:
“Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan
membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang
seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada
Allah dan kepada Mamon.”
Jujur
saja, setelah membaca ayat ini saya agak sedikit bingung dan bertanya dalam
hati, apakah salah bila saya bekerja rangkap? Sepertinya, saya tidak pernah
membeda-bedakan etos kerja saya, baik pada perusahaan yang satu maupun yang
lainnya. Saya bekerja dengan semangat dan sepenuh hati. Apakah ada indikasi
bahwa perkataan Yesus dalam ayat ini sudah tidak lagi relevan dengan kondisi
dunia kerja saat ini? Mohon penjelasannya pak Rudy. Terima kasih banyak. Tuhan
memberkati pak Rudy sekeluarga (Julius Antonio - Jakarta).
Syalom juga pak Julius. Pertanyaan anda
sangat baik dan saya bangga karena di tengah kesibukan kerja yang padat, anda
masih punya waktu untuk merenungkan firman Tuhan. Saya menaruh respek karena
anda berusaha menyelidiki firman Tuhan untuk memastikan kebenarannya. Semoga
jawaban saya dapat menjawab apa yang anda pertanyakan.
Untuk memahami Injil Matius 6:24, perlu
dicermati secara seksama perihal dua kata yang terdapat di dalamnya. Pertama,
kata“abdi.” Hubungan yang dimaksudkan oleh Yesus di sini
adalah hubungan antara tuan dengan abdi, bukan antara atasan (direksi) dengan
bawahan (pegawai). Di era Yesus hidup, seorang abdi secara hukum tidak memiliki
hak. Dia milik tuannya semata dan tuannya dapat berbuat apa saja yang dimaui
terhadapnya. Abdi, budak atau hamba tidak berhak untuk menolak, apalagi sampai
menuntut tuannya. Dalam kenyataannya, tidak ada satu orang hamba milik dua
tuan. Frase “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan” menegaskan tentang
kenyataan kepemilikan tunggal seorang hamba.
Abdi juga tidak memiliki waktu, sepenuh waktunya
hanya untuk tuannya. Dia dituntut untuk bekerja rangkap, bahkan serabutan
tetapi hanya kepada satu tuan saja (band. Luk. 17:7-8). Kesiap-siagaan selama
24 jam serta keharusan melaksanakan pekerjaan adalah tuntutan mutlak
perhambaan. Setiap orang Kristen adalah abdi Allah, sementara Allah adalah
Tuan-nya. Kita harus mengabdi hanya kepada Allah. Di era masa kini yang
menentang perbudakan manusia, tidak jadi soal manusia memiliki dua majikan,
tetapi Tuan (Pemiliknya) tetap harus satu.
Kata yang kedua, adalah “Mamon.” Awal mulanya kata
“Mamon” memiliki makna yang positif, tetapi selanjutnya bergeser maknanya
menjadi negatif. Kata “Mamon” berasal dari kata Aram yang berarti “harta milik
bendawi.” Tidak ada yang salah dalam kepemilikan harta benda, karena harta
benda juga merupakan titipan Tuhan. Uang bersifat netral dan tidak berdosa,
tetapi cinta uang itu adalah akar segala kejahatan (lihat 1 Tim. 6:10). Orang
Kristen tidak boleh menjadi hamba uang (2 Tim. 3:2; Ibr. 13:5).
Demi keamanan terhadap kepemilikan harta
benda maka orang-orang pada saat itu mempercayakan mamon atau harta milik
bendawi mereka kepada seseorang atau suatu lembaga untuk dijaga. Seperti halnya
manusia saat ini yang menyimpan uang di Bank agar aman. Tetapi pengaruh Mamon
telah mempengaruhi masyarakat pada saat itu secara luar biasa, mereka bukan
lagi mempercayakan mamon mereka,
tetapi mempercayai. Mamon yang semata
bendawi itu berubah menjadi ilah; bukan lagi sebagai sarana, melainkan
sesembahan. Mamon searti dengan “kekayaan yang tidak halal.”
Akar kata “Mamon” adalah “mn” yang mana kata
“amin” atau “iman” juga berasal dari akar kata yang sama, yang artinya: “yang
pasti, yang dapat diandalkan, yang bertahan.” Tampaknya manusia memiliki
kecendrungan untuk mempercayai “Mamon” karena itulah maka Yesus memberi
peringatan keras agar manusia mengabdi hanya kepada Allah, bukan kepada Mamon.
Allah dan Mamon disejajarkan dalam hal ini, bahkan ditulis dengan huruf besar,
agar mendapat perhatian secara seksama.
Pekerjaan sekular adalah penting dan berharga
di mata Allah, selama pekerjaan itu tidak bertentangan dengan Alkitab yang
adalah firman Allah. Alkitab adalah dasar atau acuan dalam memaknai dunia
pekerjaan. Alkitab relevan dalam segala situasi dan kondisi, bagian kita hanya
mencari relevansinya. Secara tegas Alkitab memberi pandangan yang mulia
terhadap pekerjaan sekular (high view of work). Kontras dengan pandangan Yunani
kuno yang mengatakan bahwa manusia bekerja karena kutukan dewa, atau pandangan
duniawi yang sangat merendahkan harkat dari pekerjaan (low view of work). Umat
Kristen bekerja karena kesegembaran dengan Allah, bukan karena keharusan tragis
atau karena kutukan dewa. He is worker,
You and I co-worker. Allah bekerja menciptakan pohon karet, kita menciptakan
ban karet; Ia bekerja menciptakan pohon jati, kita menciptakan kursi jati.Kita
bekerja sebagai ekspresi kasih, baik terhadap Allah maupun terhadap
sesama.
Allah kita bekerja dalam enam hari untuk
menciptakan langit, bumi dan segala isinya (Kej. 1:31-2:1-3; Kel. 20:9), bahkan
sampai sekarang pun Ia masih bekerja (Yoh. 5:17; Rm. 8:28). Yesus banyak
berbicara tentang dunia pekerjaan (Mat. 20:1-16; 21:33-46). Dan setiap pekerja
layak untuk mendapat upah dari apa yang dikerjakannya (Mat. 10:10; Luk. 10:7; 1
Tim. 5:18). Selain sebagai Rabi, masyarakat saat itu juga mengenal Yesus
sebagai tukang kayu.
Begitu pula dengan rasul Paulus. Ia dipanggil
dan menerima jabatan rasul bagi orang-orang non Yahudi, tetapi juga bekerja
sebagai tukang kemah demi kesinambungan pelayanannya (Kis. 18:3). Perihal etos
kerjanya jangan diragukan, rasul Paulus “telah bekerja lebih keras dari pada
mereka semua” (1 Kor. 15:10) dan melakukannya dengan segenap hati seperti untuk
Tuhan dan bukan untuk manusia (Kol. 3:23; Flp. 2:14). Dalam suatu peristiwa,
rasul Paulus pernah memberi peringatan, “Jika seorang tidak mau bekerja,
janganlah ia makan” (2 Tes. 3:10). Selain sebagai panggilan ilahi, bekerja
adalah cara ofensif terbaik untuk memerangi kemiskinan, memenuhi kebutuhan dan
menyumbang bagi orang lain. So, let’s work. RRS
Sastrawan Shakespier pernah berkata, “Apalah
arti sebuah nama.” Dengan kata lain, beliau hendak mengatakan bahwa nama itu
tidak bermakna sama sekali. Tetapi berbeda dengan orang Yahudi, sebuah nama
mempunyai arti khusus. Nama adalah cerminan pribadi atau representasi dari
orang yang menyandang nama tersebut. Nama Yakub berarti “penipu”, dan benar
kenyataannya bahwa kehidupan Yakub diwarnai dengan ragam penipuan. Namun,
setelah bertemu Tuhan, ia diberi nama yang baru, yaitu Israel (Kej. 35:10). Yesus
memberi nama Petrus kepada Simon agar bermental seperti batu atau petra yang
tegar dan kokoh (Mrk. 3:16). Maria berarti “putih” dan nyatanya ia dikenal
sebagai wanita yang baik dan hidup dalam kekudusan. Makanya, para orang tua di
Israel tidak sembarangan untuk memberi nama kepada anak-anak mereka.
Pernahkah anda merenungkan, ketika mendengar
nama Yesus disebutkan, lalu apakah yang terlintas di benak anda? Setiap kali
anda mendengar, membaca atau memikirkan nama itu, mungkin sebentuk gambar yang
beragam membaur dalam benak anda. Bagaikan scene yang bergerak, berbagai
gambar tentang Yesus Kristus melintas di depan mata, mendorong munculnya
tanggapan yang berlainan. Apa saja yang anda yakini tentang Yesus akan tampak
dalam gambar itu. Dan bagaimana anda melihat keberadaan diri Yesus, maka itulah
gambaran dari diri anda terhadap Yesus yang sesungguhnya.
Banyak manusia tidak tahu, lupa atau tidak
mau tahu bahwa tidak ada nama lain yang diberikan kuasa penuh selain nama Yesus.
Banyak orang besar yang pernah ada di muka bumi ini, tetapi mereka semua telah
mati. Namun hanya Yesus yang mati dan bangkit kembali, dan Dia tetap hidup
untuk selama-lamanya. Apakah kebenaran yang terkadung di dalam nama Yesus? Saya
menemukan tiga hal yang luar biasa terkandung dalam nama Yesus, mari kita mencermatinya
secara seksama.
1.Kekayaan (Kis. 3:6a).
Pukul tiga sore saat
hendak pergi sembahyang di Bait Allah, Petrus dan Yohanes melihat seorang yang
menderita lumpuh sejak dari lahir (Kis. 3:1-2). Orang lumpuh itu meminta
sedekah, tetapi Petrus berkata: “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa
yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu,
berjalanlah!” (Kis. 3:6).
Saat berkata, “Emas
dan perak tidak ada padaku” pastilah rasul Petrus sedang berkata jujur dan
tidak minder mengatakan perihal emas dan perak yang sama sekali tidak
dimilikinya. Hal yang senada juga diungkapkan oleh rasul Paulus bahwa emas
bukanlah sesuatu yang diingingkannya setelah dia menjadi rasul Kristus (lihat
Kis. 20:33).
Amazing. Rasul
sekaliber Petrus, Yohanes dan Paulus sama sekali tidak memiliki emas. Anda
tidak akan pernah menemukan cincin, gelang, rantai, atau jam tangan emas yang
melekat di tubuhnya, karena bukan itu yang menjadi prioritas utama dan yang
mereka inginkan. Mereka tidak memiliki emas, tetapi memiliki kekayaan yang jauh
melebihi emas. Kekayaan mereka bukan hal yang bersifat materi, melainkan
rohani. Orientasi mereka bukan mencari berkat, tetapi mencari Sumber berkat dan
menjadi berkat bagi sesama. Memang sepatutnyalah demikian nilai keluhuran dan aset
kekayaan dari setiap hamba Tuhan dan umat Tuhan.
Sejak zaman kuno,
bangsa Israel sudah mengenal emas. Logam mulia ini dipakai untuk membuat uang
dan menjadi sesuatu yang pantas dipersembahkan kepada oknum atau pribadi yang
sangat dihormati. Masih ingatkah anda, ketika orang Israel berada di padang
gurun, mereka membuat patung lembu dari emas? Emas sering kali dijadikan upeti
yang layak dipersembahkan kepada raja. Karena itulah maka orang-orang Majus
juga membawa persembahan berupa emas, kemenyan dan mur di hari kelahiran Yesus,
meskipun mereka sama sekali tidak mengetahui makna rohani perihal emas,
kemenyan dan mur berhubungan dengan kehidupan dan karya Kristus selama berada di
dunia.
Meskipun emas menjadi
lambang dari hal-hal yang baik, mulia, kekayaan atau mutu yang bertahan (band. Za.
6:11; Mat. 2:11; 23:16-17; Kis. 17:29; 2 Tim. 2:20; Ibr. 9:4; Why. 1:12-13;
3:18), namun emas tidak dipandang sebagai sesuatu yang mutlak dibutuhkan
manusia, dan malah dipandang sebagai benda fana (lihat Pkh. 12:6; Mat. 10:9;
Kis. 3:6; 20:33; 1 Kor. 3:12; 1 Tim. 2:9; Yak. 2:2; 5:3; 1 Ptr. 1:7, 18; 3:3).
Ironisnya, banyak umat Kristen yang memiliki pandangan yang salah sehingga emas
dijadikan simbol kekayaan, padahal emas adalah hal yang fana.
Dalam Injil Lukas
16:19-31, Tuhan Yesus pernah membahas perihal orang Kristen berhubungan dengan
harta yang dimilikinya. Ketiga manusia dalam perikop ini adalah representasi
dari umat manusia yang percaya kepada Allah. Pertama, miskin materi, tetapi kaya rohani. Lazarus yang miskin itu adalah
perwakilan dari kelompok ini. Meskipun miskin di dunia, tetapi dia masuk surga.
Memang tidak semua
orang Kristen mampu untuk sukses secara profesi, tetapi semua orang Kristen mampu
untuk sukses secara personal.Ironisnya, banyak umat Kristen
yang tidak menyadarinya sehingga tidak menggapai kekayaan yang ada di
hadapannya dan tidak pula berlaku hidup seperti layaknya orang kaya.
Kedua, kaya materi, tetapi miskin rohani. Orang
kaya yang namanya tidak disebutkan itu mewakili kelompok ini. Mungkin namanya
tidak disebutkan karena memang tidak tercatat namanya di surga. Selama di dunia
orang ini hidup sebagai orang kaya, tetapi mati masuk neraka. Banyak orang Kristen menjadi
sukses secara profesional, tetapi
gagal secara personal. Dia
menjadi kaya, tetapi bodoh dalam pandangan Allah.
Dan yang ketiga
adalah orang yang kaya secara materi,
sekaligus juga kaya secara rohani. Abraham mewakili kelompok ini. Hidup
kaya raya di dunia, tetapi mati masuk surga. Abraham sukses secara personal,
tetapi juga sukses secara profesional. Kekayaan rohani yang dimilikinya membuat
Allah berkenan atasnya, sementara kekayaan materi yang dimilikinya membuat ia
dihormati oleh sesamanya. Saya yakin, anda pasti ingin bernasib sama seperti
Abraham, ya toh...
Pada masa kini
tampaknya ajaran Alkitab tentang moneter dan hal-hal yang bersifat materi telah
direduksi. Akibatnya, lahirlah suatu pandangan, bahwa: “Kesuksesan hidup
ditentukan dari kekayaan materi yang kita miliki”. Di beberapa gereja lokal
malah dengan lantang dikumandangkan, bahwa: “Memiliki kekayaan moneter dan material
sebagai bukti dari orang yang diberkati Tuhan”. Jargon-jargon rohani, seperti:
“Di gereja ini anda akan menjadi kaya”, “Di sinilah Tanah Perjanjianmu”, “Sukses
dan berkat adalah hakmu” dan hal lainnya yang senada terus menerus
dikumandangkan, bahkan menjadi icon
gereja lokal tertentu.
Sangatlah beralasan
bila jemaat di gereja lokal tersebut lebih terpacu untuk mencari berkat, bukan menjadi
berkat. Datang ke gereja untuk mendapatkan berkat,
bukan Sumber berkat yang adalah Tuhan
itu sendiri. Kehadiran di gereja untuk membangun relasi dengan para pebisnis,
bukan membangun relasi dengan Tuhan. Walaupun jemaat di gereja lokal tersebut menyadari
kekeliruannya, tetap saja mereka berjemaat di situ, karena nanti kalau pindah
ke gereja lain bisa menjadi kere, bangkrut alias miskin. Tragis memang dan
sangatlah memprihatinkan!
Pada hakekatnya
setiap orang Kristen adalah orang kaya, karena Yesus Kristus yang membuatnya
menjadi kaya (lihat Yoh. 10:10; 1 Kor. 1:5; 2 Kor. 8:9). Tuhan tidak berjanji
membuat kita kaya dalam materi, tetapi yang dijanjikan-Nya atas kita adalah
kaya dalam Dia. Persoalannya adalah bagaimana orang Kristen memaknai kekayaan?
Bagaimana sikap orang Kristen meresponi kekayaan tersebut?
Saya memiliki teman bernama
Pendeta Fengky Maukar. Dia selaku gembala senior dari gereja BEST (BlEssing in
SpiriT). Sebelum menjadi pendeta, Fengky Maukar adalah seorang pengusaha,
tetapi setelah menjadi Pendeta dia tidak lagi berbisnis. Totalitas hidupnya hanya
untuk melayani Tuhan; full time and full
heart. Orangnya sangat sederhana dan rendah hati. Sepengetahuan saya belum
pernah melihat dia mengenakan cincin emas berbalutkan blue saphir. Jam tangan
yang dikenakannya pun bermerek biasa dan itu pun hanya sesekali dikenakannya. Alhasil,
para leader di gereja BEST menjadi sungkan untuk mengenakan cincin, gelang,
rantai atau jam tangan yang terbuat dari emas dan perak. Saya bermegah dalam
Tuhan karena mengenal beliau dan ikut terlibat dalam pelayanan mimbar di gereja
yang digembalakannya, baik di dalam negeri, maupun di luar negeri.
Tanpa terasa sudah tujuh
tahun, sejak tahun 2006 saya telah memberitakan firman kepadai jemaat Tuhan
yang digembalakannya. Nggak dinyana-nyana tanggal 17 September 2012 lalu, saya
mendapat award sebagai apresiasi karena
telah lebih dari lima tahun terlibat dalam pelayanan di gereja BEST. Lebih
takjubnya lagi, karena penghargaan yang diberikan kepada saya berupa Samsung
Galaxy Note 10,1 yang sudah lama saya idam-idamkan guna membantu kelancaran
dalam melayani Tuhan. Haleluya...
Tetapi bukan itu
sesungguhnya poin saya. Gereja BEST tidak mengedarkan kantong kolekte saat
ibadah dilangsungkan. Jemaat diperintahkan untuk memberi dengan sukarela dan
memasukkannya sendiri selesai ibadah ke peti persembahan yang berada di dekat
pintu masuk. Kabar beredar yang saya dengar malah gereja BEST digosipkan sebagai
“gereja yang menolak berkat”, mungkin karena tidak mengedarkan kolekte atau
karena beberapa kali Pendeta Fengky Maukar tidak sudi menerima secara pribadi
uang yang diberi jemaat secara langsung kepadanya. Dia selalu menyarankan agar
jemaat memasukkan uang tersebut ke peti persembahan gereja. Dia juga tidak
mendapat gaji dan sama sekali tidak memegang secara langsung uang persembahan
atau perpuluhan gereja BEST yang digembalakannya. Dia hanya memeriksa keuangan
dari bendahara gereja yang tiap bulan dilaporkan kepadanya.
Ajaibnya, dia sendiri
maupun keluarganya serta gereja BEST yang digembalakannya tidak pernah mengalami
krisis moneter. Tidak pula berkelimpahan materi sehingga terkesan glamor dan selebritis,
semua kebutuhan dicukupkan oleh Tuhan. Beberapa cabang terus dibuka, hingga
sampai saat ini gereja BEST telah ada di 11 kota. Tidak hanya itu, gereja BEST malah
memberkati gereja Tuhan di daerah pedalaman serta para hamba Tuhan dalam pelayanan
misi yang rutin tiap bulan diadakan.
Dalam suatu
peristiwa, Pendeta Fengky Maukar pernah berujar kepada saya, bahwa: “Kita bukan
mencari berkat, tetapi menjadi berkat, karena kita itu sendiri adalah berkat”.
Pengajaran seperti inilah yang diajarkannya secara kontinyu kepada jemaat
gereja BEST yang digembalakannya. Dalam setiap doa berkat di akhir ibadah,
beliau selalu mengatakan, “Mendapatkan berkat itu perkara yang mudah, tetapi
menjaga hati adalah perkara yang susah karena itu harus dijaga senantiasa”
sambil mengajak jemaat menaruh kedua tangan di dada sebagai simbol menjaga
hati.
Ungkapan Petrus mengenai, “Emas
dan perak tidak ada padaku” perlu secara seksama kita hayati. Tidak memiliki emas
dan perak bukan tanda tidak diberkati. Bukan pula berdosa bila orang Kristen
memiliki dan mengenakan perhiasan emas. Yang hendak ditegaskan oleh Petrus di
sini bahwa kekayaan orang Kristen yang sejati bukan pemilikan berupa emas,
perak dan material lainnya, melainkan kekayaan rohani yang lebih bersifat kekal
dan mulia.
Alkitab sarat mencatat tentang bahaya dari kekayaan moneter
dan material. Dalam Lukas
12:13-21, diceritakan tentang seorang kaya yang bodoh dalam pandangan Tuhan Yesus.
Jangan sampaianda keliru memaknainya! Yang
dipersoalkan oleh Yesus dalam hal ini
bukan menjadi kaya, tetapi
jangan menjadi
bodoh karena beroleh kekayaan. Orang kaya yang dijadikan perumpamaan oleh Tuhan
Yesus dalam nats ini adalah seorang yang tahu secara pasti bagaimana mencapai
gol atau target dalam pencapaian kesuksesan. Ia juga memiliki kapasitas untuk mendapatkan kekayaan, menyimpan
kekayaan dan memperbesar jumlah
kekayaannya (lihat Luk. 12:16-19). Tetapi di mata Tuhan Yesus dia tak lain adalah seorang kaya
yang bodoh karena kekayaan yang diraihnya itu tidak membuat hidupnya bermakna.
Kekayaan
moneter atau materi bersifat netral dan tidak dosa, tetapi hati
yang dikuasai oleh harta adalah berdosa di mata Allah. Uang tidak haram dan tidak
berdosa, tetapi cinta uang itulah yang dikatakan sebagai dosa (band. 1
Tim. 6:10; Ibr. 13:5).Manusia yang menciptakan uang, karena itu manusia yang harus mengendalikan
uang, bukan dikendalikan oleh uang. Mungkin kita bisa meraih kekayaan
berlimpah-limpah, tetapi Tuhan Yesus lebih mengingankan karakter kita daripada
kekayaan kita. Mata Tuhan lebih tertuju kepada hati kita daripada kemapanan dan
kenyamanan yang kita miliki. Secara tegas Dia mengatakan bahwa “hidup manusia
bukan tergantung daripada kekayaan itu” (lihat Luk. 12:15).
2.Kuasa (Kis.
3:6b).
Beberapa tahun sebelum kematiannya, dalam
sebuah wawancara bersama American
Magazine, dengan sesumbar John Lennon berkata: ”Kekristenan akan berakhir,
Kekristenan akan segera menghilang atau lenyap. Saya tidak perlu berdebat
mengenai Kekristenan. Saya yakin akan lenyap dan berakhir”. Lebih lanjut John
Lennon berkata, ”Yesus sudah OK. Tetapi Dia seorang yang terlalu sederhana dan
merakyat. Hari ini kita (The Beatles) lebih terkenal daripada-Nya”. Sambil
menantang John Lennon ingin membuktikannya dengan membuat konser pada hari
minggu. Silahkan anda buktikan, mana yang lebih banyak dikunjungi orang, konser
kami The Beatles atau ibadah minggu yang diadakan oleh gereja. Ternyata benar bahwa
lebih banyak orang datang ke konser The Beatles, dari pada menghadiri ibadah
minggu di gereja.
Apa fakta yang terjadi setelah John Lennon
mengatakan bahwa The Beatles lebih terkenal dari Yesus Kristus. Pada tanggal 8
Desember 1980, di apartemen pribadinya di kota New York, Jhon Lennon ditembak
empat kali oleh Mark David Capman yang adalah salah seorang penggemarnya.
Meskipun Lennon tiba di rumah sakit tanpa detak jantung, tim dokter berusaha
menyelamatkan nyawanya dengan menggunakan berbagai prosedur medis. Transfusi
darah dilakukan, pemijatan jantung juga diusahakan, tetapi nyawa John Lennon
tidak terselamatkan.
Ada apa sesungguhnya arti dalam nama Yesus? Sama seperti setiap nama
memberikan identitas kepada pemiliknya serta mencerminkan hidup pribadinya,
nama Yesus mengingatkan orang akan siapa Yesus serta apa yang telah Ia lakukan
bagi kita. Seluruh kehidupan Yesus, pekerjaan-Nya, kematian dan
kebangkitan-Nya menyatakan arti dari nama yang disandang-Nya. Dalam sudut
pandang Yudaisme, nama selalu diidentikkan dengan kuasa (lihat Kis. 4:7). Orang
ternama pastinya punya kuasa untuk berbuat apa saja, begitu pula sebaliknya, orang
berkuasa pastilah sebagai orang ternama.
Nama yang disandang Yesus bukan nama yang
diberi oleh manusia, melainkan dari Tuhan. Malaikat utusan Allah hanya sebatas menyampaikan
kepada kedua orang tua-Nya agar mereka memberi nama yang diberikan oleh Allah itu
(lihat Mat. 1:21; Luk. 1:31). Patut diingat bahwa nama “Yesus” berarti “Tuhan menyelamatkan” atau
“Tuhan adalah keselamatan.” “Di bawah kolong langit ini tidak ada nama
lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis.
4:12). Begitu luhurnya nama itu, maka manusia akan dipersalahkan bila menyebut
nama Allah itu dengan sembarangan, apalagi dengan sengaja mempermainkannya (lihat
Kel. 20:7; Im. 24:16; Gal. 6:7).
Di Indonesia, hampir tidak ada orang Kristen
yang memakai nama Yesus. Mungkin karena merasa tidak layak untuk menyandangnya.
Hal ini berbeda dengan kaum muslim yang sudi memberi nama Muhammad kepada anak
mereka. Padahal Alkitab mencacat bahwa nama Yesus adalah nama yang lazim
dikenakan oleh masyarakat pada saat itu. Ada beberapa pribadi yang dicacat oleh
Alkitab bernama Yesus, yakni: Yosua bin Nun (Kis. 7:45; Ibr. 4:8), Yesua, nenek
moyang Yesus Kristus sendiri (Luk. 3:29), Yesus Barabas penjahat yang dibebaskan
oleh Pontius Pilatus, terkadang hanya disebut Barabas saja (Mat. 27:16-17), dan
Yesus yang dinamai Yustus rekan sekerja rasul Paulus (Kol. 4:11). Untuk membedakan
dengan orang lain yang bernama sama, maka diberi nama tambahan menjadi: ”Yesus
Kristus” (Mat. 27:17), “Yesus anak Yusuf” (Yoh. 6:42) atau “Yesus dari Nazaret”
(Yoh. 18:7; Kis. 3:6).
Selain sebagai representasi dari Tuhan Allah
itu sendiri, nama Yesus juga memiliki arti khusus. Di dalam nama Yesus ada daya
kuasa yang dahsyat dan luar biasa. Alkitab mencatat ada ganjaran istimewa bagi
mereka yang menyerukan nama Yesus. Pertama, kuasa untuk beroleh hidup yang
kekal (Kis. 4:12; 10:43; 1 Yoh. 2:12). Secara tegas Alkitab mengatakan
bahwa hidup yang kekal bukan ditentukan oleh agama yang dianutnya, tak
terkecuali agama Kristen sekalipun. Semua agama pada dasarnya adalah baik.
Tetapi agama hanya sebatas rambu jalan
yang menunjukkan arah ke surga, bukan jalan
ke surga. Yesus adalah jalan untuk pergi ke surga (Yoh. 14:6). Memang banyak jalan menuju Roma, tetapi jalan
ke surga hanya satu yaitu beriman dalam nama Yesus Kristus.
Keselamatan kekal bukan pula dikarenakan oleh
perbuatan baik atau karena pahala yang diperoleh, melainkan “karena kasih
karunia kamu diselamatkan oleh iman” dalam nama Yesus Kristus. Perbuatan baik
atau pahala adalah buah keselamatan, bukan
sarana keselamatan. Orang yang telah
diselamatkan karena beriman kepada Yesus Kristus memiliki gaya hidup untuk
melakukan pekerjaan baik. Tidak ubahnya seperti pohon yang baik akan menghasilkan
buah yang baik pula (band. Ef. 2:8-10).
Kedua, kuasa untuk beroleh jawaban doa
(Yoh. 14:13-14; 16:23; Yak. 5:16). Ayat-ayat ini berupa pengakuan secara
pribadi bahwa Yesuslah yang memungkinkan dan melayakkan permohonan doa
dinaikkan kepada Allah. Memang ada kuasa bila kita berdoa dalam nama Yesus,
tetapi jangan dijadikan sebagai mantera atau perkataan yang mendatangkan daya
gaib. Setiap pribadi yang berdoa dalam nama-Nya, maka Yesus sendiri yang akan
melakukannya dan mengabulkan doa yang dipanjatkan kepada Allah.
Karena itu, orang yang berdoa dalam nama
Yesus berarti mempercayai sepenuhnya bahwa Yesus berkuasa untuk menjawab setiap
doa yang dipanjatkan kepada Allah. Jadi, ada kepercayaan yang utuh bahwa Allah
bisa membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin; membuat yang tidak ada menjadi
ada. Orang yang berdoa dalam nama Yesus berarti dia akan menempatkan kehendak
Tuhan di atas kehendak-Nya. Yesus telah memperlihatkan hal ini melalui pengajaran dan praktek doa yang
ditunjukkan-Nya, dengan menempatkan kehendak Tuhan di atas kehendak-Nya secara
pribadi (lihat. Mat. 6:10; 26:39).
Ketiga, di dalam nama Yesus ada kuasa
untuk menyembuhkan sakit penyakit (Mrk. 16:18; Kis. 3:6). Yesus adalah
Tabib di atas segala tabib. Segala kuasa di surga dan di bumi telah diberikan
kepada-Nya (Mat. 28:18). Kuasa itulah yang diimpartasikan kepada setiap orang
percaya agar mereka “meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan
sembuh” (Mr. 16:18). Yang menjadi persoalan terkadang kita tidak menyadari
bahwa tangan kita ada kuasa kesembuhan.
Keempat, kuasa untuk mengusir setan (Mrk.
9:38; 16:17; Luk. 10:17). Orang yang beriman dalam nama Yesus tidak
diperintahkan untuk memburu setan dan antek-anteknya. Tidak perlu mendatangi
tempat keramat hanya untuk tujuan khusus mengusir setan yang ada di situ.
Jangan juga kompromi kepada setan melainkan usir bila setan datang menghampiri
atau berusaha mengganggu area di mana kita berada. Jangan takut, “sebab Roh
yang ada pada kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1 Yoh.
4:4).
Kelima, kuasa untuk menerima karunia-karunia Roh
Kudus (Kis. 2:38; 10:43; 1 Yoh. 2:12), seperti: bernubuat (Mat. 7:22-23;
1 Kor. 14:3), berbahasa Roh (Mrk. 16:17; 1 Kor. 14:2), dan melakukan mujizat
(Mat. 7:22-23; Mrk. 9:39). Karunia rohani berbeda dengan bakat atau bawaan dari
lahir. Karunia-karunia rohani berupa pemberian Allah yang harus diupayakan
secara pribadi (band. 1 Kor. 14:1).
3.Kemuliaan (Kis.
3:7-10).
Setelah Petrus berdoa dalam nama Yesus, ia
menolong orang lumpuh yang didoakannya itu untuk berdiri, “Seketika itu juga
kuatlah kaki dan mata kaki orang itu”. Tiba-tiba orang yang lumpuh sejak dari
lahir itu melonjak berdiri, karena ia sudah tidak lumpuh lagi. Kemudian, ia mengikuti
para rasul berjalan menuju Bait Allah dengan melompat-lompat sambil memuji
Tuhan. Halayak ramai yang ada di situ menjadi takjub dan tercengang melihat
keadaan orang lumpuh ini karena mereka sudah mengenalnya sebagai orang yang
lumpuh dari lahir dan pengemis yang selalu diletakkan untuk duduk di dekat
pintu gerbang.
Pertanyaannya, apa maksud dan tujuan
kesembuhan terhadap orang lumpuh ini? Jawabannya hanya satu, yaitu untuk
kemuliaan nama Yesus dari Nazaret itu. Dengan kesembuhan itu maka nama Yesus
diberitakan kepada halayak ramai (Kis. 4:5-12). Dan kesembuhan itu juga sebagai
”tanda” Mesias yang sudah dinubuatkan oleh nabi Yesaya bahwa, “Pada waktu itu
orang lumpuh akan melompat seperti rusa” (Yes. 35:6).
Setiap orang yang beriman dalam Yesus Kristus
akan memiliki kekayaan dan kuasa rohani yang jauh melebihi kekayaan material dan
kuasa duniawi. Karena itu, tidaklah mengherankan bila mereka sanggup melakukan
perkara-perkara yang ajaib di luar kapasitas yang mereka miliki. Adalah suatu
kesombongan bila keajaiban yang menyertai kehidupan dan pelayanan kita bukan ditujukan
untuk kemuliaan nama Yesus. Secara tegas Yohanes Pembaptis berkata tentang
Yesus: “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30). Rasul
Paulus juga menyatakan hal yang sama, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia,
dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rm.
11:36). RRS
Horas pak Pdt. Rudy Sirait...
Saya Lexy Hutagaol seorang penikmat rubrik “Bengkel” yang pak asuh di Majalah
Narwastu Pembaharuan. Ada satu hal yang saya mau tanyakan, sehingga
memberanikan diri untuk menulis email kepada bapak. Apakah hubungan Hukum Taurat
dengan Kasih Karunia dalam aspek keselamatan (soteriologi). Untuk apa
sebenarnya hukum Taurat itu diberikan oleh Allah kepada umat manusia? Dengan
penuh harap saya menunggu jawabannya. Terima kasih sebelumnya. Tuhan memberkati
(Lexy Hutagaol – Medan, Sumut).
Horas jala gabe. Saya
hargai rasa ingin tahu yang ada pada anda. Semoga catatan saya ini dapat
menolong anda untuk memahaminya sehingga kian meluap rasa kagum atas karya
keselamatan yang telah dilakukan oleh Allah atas manusia berdosa makhluk
ciptaan-Nya.
Kasih adalah
salah satu sifat dasar Allah, tetapi apabila kasih itu dihubungkan dengan
orang-orang berdosa maka menjadi kasih karunia. Kata ”kasih karunia” diterjemahkan
dari kata Yunani ”Charis” yang dapat diartikan sebagai: kasih karunia,
anugerah, pemberian, rahmat atau belas kasihan. Dalam konteks soteriologis maka
kasih karunia berarti keselamatan yang sama sekali terpisah dari
jasa-jasa kita atau oleh karena perbuatan baik kita.
Keselamatan bukan terjadi sebagai “hasil pekerjaan” kita
karena pekerjaan penyelamatan telah diselesaikan di atas kayu salib. Ini adalah
pekerjaan yang dilakukan oleh Allah bagi kita dan Yesus telah melakukannya dengan kasih
karunia-Nya.
Coba sejenak
pertanyaan di bawah ini kita cermati. Dengan apakah seseorang bisa
mendapatkan sesuatu? Saya melihat ada tiga cara yang dapat ditempuh. Pertama, dengan cara halal atau tidak berdosa. Misal, saya berkeinginan
untuk memiliki sebuah televisi maka saya bekerja di sebuah perusahaan dan honor yang saya peroleh saya
gunakan untuk
membeli sebuah televisi. Ini namanya
memperoleh sesuatu dengan cara halal. Cara yang kedua, dengan
cara haramatau dengan cara berdosa. Seperti halnya
pencuri yang menyusup ke dalam rumah untuk mengambil sebuah televisi. Inilah yang
dinamakan memperoleh sesuatu dengan cara tidak halal. Cara
yang ketiga adalah dengan cara
diberi secara cuma-cumaatau kasih karunia. Saya mendatangi anda
lalu memberikan secara cuma-cuma sebuah televisi sehingga
anda memiliki sebuah televisi. Karena berupa pemberian, maka anda tidak perlu
untuk membayarnya, tetapi anda bisa saja menolak atau tidak sudi untuk
menerimanya.
Bila kita hubungkan dengan keselamatan
kekal, cara manakah yang paling tepat
untuk memperoleh hidup kekal? Mungkinkah dan dapatkah manusia
manusia berdosa meraih hidup kekal dengan cara halal? Saya jamin tidak,
karena manusia punya kecendrungan untuk berdosa, baik secara sengaja maupun
tidak sengaja. Dosa yang menyebabkan manusia tersesat (Mat. 18:11 ;
Luk. 15:4,8,24). Jika tidak mendapat pengampunan, maka dosa menyebabkan
manusia menjadi binasa (Rm. 3:23; 6:23; Yoh. 3:16; 1 Yoh. 1:9).
Bila kita mengacu kepada cara yang kedua yaitu dengan
cara haram maka sudah pasti manusia tidak akan mungkin dan tidak akan dapat
beroleh hidup yang kekal.Sesuatu yang haram dan berdosa tidak akan pernah membuat
manusia beroleh hidup yang kekal. Karena itu, cara yang paling
tepat dan logis untuk beroleh hidup yang kekal hanyalah dengan
cara diberi secara cuma-cuma oleh karena kasih karunia Allah.
Kata Yunani
yang seharusnya diterjemahkan “dengan cuma-cuma” dalam Yohanes
15:25 oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) diterjemahkan menjadi “tanpa
alasan”. Terjemahan ini sangatlah tepat karena kita
dibenarkan tanpa alasan! Tidak ada satupun dalam diri manusia yang
membuat ia pantas atau layak menerima keselamatan dari Allah.
Semua ini karena kasih karunia, diberi secara cuma-cuma.
Keselamatan kekal adalah pemberian bukan pahala. Oleh
karena itu janganlah
kita sampai
menyia-nyiakannya (band. Ibr. 2:3). Secara eksplisit Alkitab memberi penegasan
bahwa yang terpenting bukanlah sekedar memiliki
keselamatan, melainkan jugamengerjakan keselamatan dengan sikap takut dan gentar (Flp. 2:12). Dan Allah mengendaki agar orang yang telah diselamatkan itu hidup di
dalamnya (band Ef. 2:10; Gal. 5:13).
Mari kita maknai
lebih dalam lagi. Mengapa kasih karunia Allah bersifat penting? Apa yang menjadi
dasar sehingga kasih karunia itu dinyatakan kepada manusia berdosa? Ada tiga
hal secara mendasar bila saya melihatnya.Pertama, karena kasih karunia
Allah maka manusia
dapat terbebas dari belenggu dosa dan diperdamaikan dengan Allah.
Standar Allah bukanlah standar moral seperti yang ditekankan
oleh Hukum Taurat melainkan standar kasih.
Hukum Taurat diberikan bukan untuk menyelamatkan manusia, melainkan untuk menunjukkan kepada manusia bahwa
ia perlu diselamatkan (Rm. 4:14-15). Manusia berdosa diselamatkan bukan karena
ia terlepas dari kesalahan hukum Taurat karena tidak seorangpun yang dibenarkan
di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat (Gal. 5:4). HukumTaurat tidak
menyelamatkan manusia, tetapi
hanya membuat manusia mengenal dosa (band. Rm. 3:20). Pengenalan terhadap
hakekat dosa akan menyadarkan manusia betapa dahsyatnya akibat dari dosa
tersebut.
Hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Yesus Kristus
datang seperti yang telah dijanjikan-Nya itu supaya kita
dibenarkan oleh iman (Gal. 3:19-24).
Jadi pembenaran orang berdosa bukan karena melakukan hukum Taurat, tetapi karena kasih
karunia (Ef. 2:8-9) oleh karena ia beriman kepada Yesus Kristus sebagai juru
selamatnya secara
pribadi (Rm. 1:17-18; Gal. 3:11). Intinya, hukum Taurat itu menunjukkan bahwa manusia
butuh Juru selamat. Dan Yesus Kristus adalah kegenapan dari Hukum Taurat itu (Rm. 10:4; 8:1-4; 2 Kor. 5:21).
Dosa tidak akan pernah dapat
diselesaikan oleh manusia secara pribadi. Malah bila dibiarkan maka manusia
makin berdosa dan bertambah jahat. Setelah manusia jatuh dalam dosa, Allah
sendiri
yang berinisiatif
untuk menebus manusia dari keberdosaanya (lihat Kej
3:15 band. Yes
7:14; 9:5; 52:13-53:12; Mi. 5:1; Mat. 1;23; Yoh. 3:16; Rm. 6:23). Karena Allah
mengetahui secara pasti bahwa manusia tidak dapat menyelesaikan persoalan
dosa, maka Ia menyatakan kasih karunia-Nya. Tanpa kasih karunia maka
status saya dan saudara tetap sebagai tawanan atau budak dosa dan
akan menjadi korban penghukuman akibat dari perbuatan dosa.
Kedua, Karena kasih
karunia maka Allah tidak menghendaki siapapun untuk binasa. Yang
dikehendaki oleh Allah adalah supaya semua orang diselamatkan
(lihat 1 Tim. 2:4) dan memberi kesempatan kepada setiap orang untuk beroleh hidup yang kekal
(Yoh.
3:16; 2 Ptr. 3:15).Kematian Kristus di kayu
salib adalah tindakan Allah untuk merealisasikan keselamatan bagi manusia
berdosa. Tetapi realisasi ini butuh pengakuan dan respon dari manusia berdosa
dalam menanggapi keselamatan yang ditawarkan kepadanya. Manusia berdosa
hanya dituntut
untuk mengakui dengan mulutnya dan percaya dengan segenap hati kepada Yesus
Kristus maka ia diselamatkan (band. Rm. 10:9-10). Bila disimpulkan maka kematian
Kristus di kayu salib ditawarkan untuk semua manusia, tetapi berlaku hanya bagi
mereka yang percaya kepada-Nya (band. Yoh. 3:16; 14:6; Kis. 4:12).Bukan universalisme,
melainkan universalitas.
Perbuatan baik atau kesalehan hidup
tidak akan pernah dapat membuat manusia berdosa beroleh keselamatan kekal. Kita
diselamatkan bukan karena perbuatan baik karena perbuatan baik yang kita
perbuat tidak akan pernah mampu untuk membayar atau menebus dosa yang telah kita
perbuat.
Perbuatan baik adalah buah dari keselamatan, bukan sarana keselamatan (baca Ef. 2:8-10).Karena itu orang
yang sudah diselamatkan layak untuk berbuahkan kebaikan dan memang sepatutnya adalah
demikian.
Mungkin anda berkata kalau karena kasih karunia kita
diselamatkan, apa pentingnya lagi kita berbuat baik? Lalu, untuk apa kita mencari pahala atau
mengejar mahkota? Alkitab menegaskan bahwa di surga nanti kita akan berhadapan
dengan Yesus yang duduk di takhta-Nya. Di hadapan takhta-Nya itulah kita akan
melemparkan pahala atau mahkota yang kita peroleh saat hidup di dunia ini. Kita
melakukannya sebagai suatu pujian dan pengaguman kepada Yesus Kristus yang
telah menyelamatkan kita (lihat Why. 4:10). Kalau kita tidak memiliki mahkota,
apa yang akan kita lemparkan nanti di surga saat menghadap takhta-Nya?
Ketiga, Allah ingin menyatakan kasih-Nya yang besar kepada manusia berdosa(Yoh. 3:16). Karena kasih maka Allah mengampuni
orang-orang berdosa,
tetapi keadilan Allah menuntut konsistensi Allah untuk menyatakan keadilan-Nya.
Allah tidak dapat melanggar ketetapan-Nya sendiri atau mengingkari sifat-Nya sama sekali. Secara adil maka Allah akan menghukum manusia karena
dosa yang telah diperbuatnya
(lihat
Kej. 3:16-19).
Dan maut adalah upah atas dosa yang telah diperbuat oleh manusia (Rm. 6:23).
Tetapi jangan pernah diabaikan bahwa
Allah yang maha adil itu (Mzm. 7:12; Yes. 30:8; Yoh.
17:25; I Yoh. 2:1), juga adalah Allah yang maha kasih (Yoh. 3:16; 1 Yoh. 4:8).Kasih dan keadilan Allah
berjalan bersamaan, tanpa mengurangi dan kontradiksi satu sama lain. Seperti
keadilan yang telah dinyatakan-Nya, maka secara otomatis kasih Allah
juga harus dinyatakan atas manusia berdosa.Untuk mewujudkan
kasih-Nya maka Allah sendiri yang melakukan prakarsa untuk menyelamatkan
manusia berdosa. Tidaklah mungkin Allah membiarkan manusia sementara Dia
sendiri mengetahui secara pasti bahwa manusia tidak
akan
pernah mampu untuk menyelamatkan dirinya dari belenggu dosa. Adalah suatu
kesombongan bila manusia beranggapan dapat menyelesaikan persoalan dosa pribadi dengan
kesalehan atau melalui perbuatan baiknya.
Alkitab tegas mengatakan bahwa kematian Kristus di kayu
salib membenarkan manusia berdosa, ”Oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma
karena penebusan dalam Kristus Yesus”
(Rm.
3:24 band. Rm. 6:23; Ef.
2:8-9). Kasih Allah itulah yang menutupi segala dosa (band.
1 Kor. 13:7).Kasih
Allah adalah dasar dari pembenaran terhadap orang berdosa. Nah, bagaimana Allah yang kudus
itu dapat membenarkan orang-orang berdosa? Lalu apa langkah yang ditempuh oleh Allah
terkait dengan kedua sifat-Nya itu, yakni: kasih terhadap orang berdosa dan keadilan ditegakkan bagi
orang berdosa? Bagaimana Allah dapat bersifat adil, tetapi juga menyelamatkan
orang berdosa sebagai wujud dari kasih-Nya? Jawabannya ada dalam diri Yesus Kristus. Salib adalah
bukti bahwa Yesus menanggung murka Allah di Golgota untuk menebus manusia
berdosa sekaligus menyatakan kasih-Nya. Dan Yesus telah memenuhi fakta-fakta hukum
Allah secara sempurna dan juga sempurna dalam mengungkapkan
kasih Allah bagi umat manusia ciptaan-Nya.
Dua kisah
di
bawah ini cukup representatif untuk menolong kita
dalam
memahami perihal kasih karunia Allah. Dr. G. Campbell Morgan sedang
berusaha menjelaskan “Keselamatan yang cuma-cuma” kepada seorang penggali
tambang batu bara, tetapi penggali tambang itu tetap saja tidak dapat
memahaminya. Sambil tetap ngotot mempertahankan pendapatnya ia tetap mendebat
Dr. Morgan dengan berkata, “Saya harus membayar untuk memperolehnya.”
Berkat
hikmat dari Allah lalu Dr. Morgan melontar pertanyaan, “Bagaimana
anda
dapat menuruni tambang tadi pagi?” “Mudah sekali,” jawab
orang itu. “Saya hanya masuk ke dalam lift, lalu turun.”
Kemudian Dr. Morgan berkata, “Sangat mudah, bukan? Anda tidak harus membayar sesuatu untuk
itu.”Penambang itu tertawa. “Tidak, saya
tidak usah membayar apa-apa, tetapi perusahaan tentunya mengeluarkan banyak
biaya untuk mengadakan lift di penambangan ini.” Akhirnya
penggali tambang itu dapat melihat kebenaran Allah sambil berkata: “Saya tidak
membayar sesuatu apa pun untuk diselamatkan, tetapi Allah membayarnya dengan
hidup Anak-Nya.”
Pada
abad ke-20, Kaisar Tsar Rusia pernah digoncang kepemimpinannya oleh kelompok
revolusioner yang dipimpin oleh seorang pejuang bernama Shamila.
Shamila dan kelompoknya hidup mengembara dan berpindah pindah untuk maksud
menggulingkan Tsar Rusia.
Dalam suatu peristiwa
seorang bawahan Shamila datang ke tendanya untuk melaporkan bahwa
persedian makanan mereka telah dicuri. Shamila kesal bukan kepalang karena
persediaan makanan sangat terbatas. Segera ia mengumpulkan semua anggotanya dan
menetapkan sebuah keputusan yang bersifat yuridis bila tertangkap basah mencuri makanan maka sang pencuri akan
menerima
hukuman cambuk dan semua anggota harus menyaksikan agar mereka tidak
ikut-ikutan mencuri. Tidak lama setelah Shamila mengeluarkan ketetapan,
pengawalnya datang menghadap kembali untuk memberitahukan bahwa
makanan kembali dicuri, tetapi pencurinya sudah tertangkap.
Tragisnya
yang tertangkap sebagai pencuri itu adalah ibu kandung Shamila sendiri.
Selanjutnya, apa yang terjadi? Apakah Shamila akan membebaskan ibunya karena memang ia
sangat mengasihi ibunya itu? Atau sebaliknya membiarkan ibunya dicambuki di depan
mata kepalanya sendiri. Tentulah Shamila mengalami dilema dan konflik batin.
Menurut Anda apa yang akan dilakukannya? Bila Shamila membebaskan ibunya
sebagai bukti kasih kepada orang yang sangat dikasihinya itu maka pengikutnya akan
menganggap ia sebagai pemimpin yang tidak adil. Atau sebaliknya, bila ia
mencambuki ibunya maka orang-orang akan mengatakan bahwa ia tidak mengasihi
ibunya. Seluruh pengikutnya menantikan bagaimana tindakan Shamila dalam mengatasi
problema yang terjadi. Di depan banyak orang Shamila melepaskan jubahnya dan
memerintahkan agar pengawal mencambuki dirinya. Tindakan seperti ini dilakukan
oleh Shamila karena didasari oleh kasihnya kepada ibunya, tetapi juga sekaligus menyatakan
keadilan yang harus ditegakkan.
Hal
seperti itulah yang dilakukan oleh Allah kepada manusia berdosa ciptaan-Nya. Allah sendiri
yang turun tangan untuk mengatasi problema dosa. Yesus rela memberi diri-Nya
untuk menderita di kayu salib agar keadilan
Allah atas dosa dapat ditegakkan dan kasih
Allah atas manusia berdosa juga sekaligus
dinyatakan sehingga
umat yang dikasihi-Nya beroleh hidup yang kekal.Allah
itu kasih (1 Yoh. 4:8, 16). Ia penuh anugerah dan mengetahui secara pasti bahwa
manusia membutuhkan kasih karunia karena tak
satupun manusia mampu melepaskan
diri dari jerat dan hukuman dosa. Pertanyaannya, maukah
kita menerima kasih karunia itu dan hidup di dalamnya?(RRS)